Fitur Cashless Pada Fintech Membuat Kesejangan Sosial Tinggi

Fitur Cashless Society sudah banyak di kampanyekan pada negera – negara maju maupun berkembang, selain dianggap mudah juga terkontrol sesuai aturan dan regulasi. Tapi apakah fitur cashless atau bertransaksi tanpa uang fisik ini juga bermanfaat bagi orang banyak di semua jenjang ekonomi masyarakat?

Menariknya, beberapa bulan belakangan, sebagian pemerintah negara bagian dan kota di Amerika Serikat berupaya melawan tren yang didukung banyak ekonom ini.

Apa alasannya? Ada ketakutan ekonomi tanpa uang tunai mendiskriminasi 6,5 persen rumah tangga di AS, sebagian besar terdiri dari anak muda dari latar kulit berwarna dan berpenghasilan rendah.

Mereka tidak mempunyai rekening bank. Lebih parahnya lagi, demografi ini tidak akan bisa menyesuaikan kenaikan harga produk untuk menutupi biaya kartu kredit. Jadi, punya kartu kredit juga bukan solusi.

Dikutip melalui Telegram.com. Diana Elliott, peneliti senior dari Urban Institute, lembaga think-thank di Washington DC, menilai ada jalan tengah yang seharusnya diupayakan oleh pemerintah dan dunia usaha.

Perusahaan yang sangat mendukung sistem nontunai punya kewajiban memikirkan atau menyediakan insentif membantu mereka yang berpotensi terbebani. Ada jutaan orang, bahkan di negara maju, yang tidak punya kartu kredit dan debit, lebih-lebih dompet elektronik.

Baca Juga :  Undang-Undang Privasi Data Seberapa Pentingkah

“Menurut saya, jika ada praktik bisnis yang mengabaikan sebagian populasi itu problematis,” ujarnya. “Faktanya masih banyak wilayah yang penduduknya tidak bisa beroperasi secara cashless.”

Pendek kata, mau di AS ataupun di Indonesia, nontunai memang menguntungkan hanya mereka yang sudah terpapar layanan perbankan.

Di Philadelphia, ambil contoh, seperempat penduduk kotanya hidup di bawah garis kemiskinan federal, dan tak punya akses pada kartu kredit dan lembaga-lembaga finansial. Problem serupa juga sudah mengemuka di Indonesia, ketika layanan perbankan baru diakses 36 persen penduduk dewasa.

Meski begitu, berdasarkan kasus-kasus di AS dan di negara-negara lain, tanpa akses finansial yang lebih merata, upaya pengusaha menjadi cashless akan meminggirkan sebagian dari populasi yang berusaha keras bertahan hidup.

“Saya melihat kesenjangan terus memperbesar antara orang kaya dan miskin di negara yang dulunya membanggakan kelas menengahnya,” kata Moriarty. “Kini orang miskin terjebak di rumah karena tidak bisa bepergian tanpa kartu kredit.”

Total
0
Shares
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mochammad Fenza
Mochammad Fenza
5 years ago

Sebenernya ada untungnya ada ribetnya sih cashless ini, untungnya kalo lagi gak megang cash tapi ada saldo di apps nya kita masih bisa belanja, tapi sekarang kan kebanyakan udah mau merambah ke warung warung kecil, naah ini yang ribet, masa kalo mau cuma beli permen kaki yang harganya 800 perak harus top up saldo? yegak sih?

Previous Post

Fitur Baru Gmail Bisa Berinteraksi Seperti Browser

Next Post

Akuisisi McDonald Di Perusahaan AI Buat Apa

Related Posts
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
<--dewa-->